Di lereng tenggara Gunung Egon,
dataran tinggi Desa Watumerak, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, sebuah SD
darurat berdiri dikepung kabut."Bahkan sampai tengah hari pun kabut enggan
pergi," kisah Mikaela Jelis,
volunteer Shoes For Flores (SFF), yang tadi pagi (30 September 2016) melakukan
kunjungan, bersama Bayos Patriwalen,
volunteer lainnya.
 |
Semangat para volunteer naik turun jalan. Take care, Kaks. |
 |
Menuju ke lokasi seiring terbit matahari. Untuk survey, volunteers harus berangkat pagi-pagi agar dapat kesempatan untuk berbincang dengan anak-anak, sebelum waktu sekolah usai. Jarak yang jauh adalah juga alasan kenapa survey harus dilakukan pagi-pagi |
"Namanya SDN Watulagar. Jaraknya
sekitar 30 km dari Pasar Geliting," lanjut Jelis. Ah, jadi sekitar 1,5 jam
dari lokasi syuting film "Ini Kisah Tiga Dara" itu rupanya?
SD ini terdiri dari 4 ruang kelas 1
ruang guru, serta satu toilet. Semua bangunan serba darurat. Tidak ada akses
listrik maupun air di SD ini. Untuk air, biasanya murid-murid berjalan kaki
mengambil di tempat yang jaraknya 2km dari sekolah mereka. Ada lima orang
pengajar dengan status 1PNS dan 4 orang guru honorer. "Guru honorer
mendapat insentif Rp. 100.000/ bulan. Ini pekerjaan dedikatif,"tambah
Jelis.
Meja dan kursi yang mereka gunakan
semua adalah perabot bekas dan didaur kembali oleh orang tua siswa. Di dalam
ruang kelas tidak ada pajangan gambar pahlawan, gambar peta, foto presiden,
dll. Buku pelajaran seadanya, itu pun hanya dimiliki oleh guru untuk
kepentingan belajar mengajar. Keadaan berubah memprihatinkan jika hujan tiba
karena akses ke sekolah menjadi lebih ekstrim dan sebagain besar rumah siswa
jauh serta harus melewati sungai kecil.
Tapi menurut Jelis dan Bayos, kondisi
yang serba terbatas ini tidak menampakkan kemurungan di wajah para siswa. Semua
aktif dan bersemangat sekolah. "Kata guru-guru, tidak ada anak yang absen
ke sekolah. Catatan kedisplinan dan ketekukan mereka bagus."
Adanya catatan yang baik, berarti ada
harapan yang baik. Melihat sisi positifnya, mendukung ke arah yang lebih baik.
 |
Tawa ceria anak-anak Watulagar. Modal semangat dan ketekunan, melampaui kekurangan. |
 |
Para guru Watulagar. Pengabdian tulus meski pengajar honorer digaji Rp.100.000/bulan |
 |
Kreasi tempat buku anak-anak dari botol air mineral. Asyik, meski tak bisa lebih dari dua buku yang bisa diisi dalam satu botol |
 |
Saat break, mereka menggelar permainan khas anak-anak pedalaman. Natural! |
Setelah pre survey, dan dari data
dasar yang dihimpun, volunteers bersepakat untuk melakukan kegiatan ke
Watulagar. Fund Raising dimulai, dan survey kedua pun dilakukan. Kali ini untuk
melakukan pengukuran fisik anak-anak, meliputi ukuran kaki untuk sepatu, ukuran
badan untuk seragam. Volunteers juga berdiskusi dengan para guru, menanyakan kebutuhan-kebutuhan
lain yang mungkin dirasa perlu ditangani. Dari sharing dengan guru ini diputuskan
untuk membantu mengadakan buku pelajaran pedoman guru maupun murid. Buku-buku
pelajaran ini kemudian dibeli juga oleh volunteers berdasarkan rekomendasi para
guru Watulagar. SHOES FOR FLORES memang hanya focus pada anak-anak dan tidak
membantu soal perbaikan fisik gedung, karena hal tersebut diluar kemampuan
volunteers yang masing-masing sejatinya sudah punya pekerjaan serta kesibukan
harian sendiri. Kami membatasi hal-hal di laur jangkauan kemampuan kami sebagai
sukarelawan. Namun, beberapa kasus-kasus kecil seperti ketiadaan barang-barang
kebutuhan dasar sekolah akan kami bantu sesuai dana yang tersedia.
Donasi yang terhimpun, tiba dalam
wujud barang serta dana. Kali ini SHOES FOR FLORES mendapat donasi tempat bekal
Tupperware dari seorang donatur berjumlah cukup banyak, mampu dibagikan per
anak. Adapun yang mengirimkan tas punggung, juga ada yang memberi sandal puluhan
pasang untuk anak-anak. Dana yang terhimpun datang dari donatur Jakarta,
Surabaya, Yogyakarta, Malang, Makassar, Kupang. Sejumlah donasi tidak diketahui
data pengirimnya, yang hanya kami indentifikasi sebagai “Sahabat SFF” TERIMA
KASIH BANYAK.
 |
Seragam yang telah dibeli siap diseleksi sesuai ukuran anak dari data survey |
 |
Apalah artinya sepatu tanpa kaus kaki, Kak? |
 |
Proses persiapan logistik. Barang dikepak sesuai data fisik tiap siswa |
 |
Kesibukan volunteers membungkus hadiah bagi anak-anak |
 |
Tas punggung yang dibelanjakan volunteers |
 |
Donasi barang berupa sandal untuk tiap anak |
 |
Donasi tempat bekal makanan Tupperware untuk tiap anak |
Pembelanjaan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan Sepatu, Kaos Kaki, Seragam Nasional, Tas Ransel, Alat-alat tulis
(Buku Tulis, Bolpoint, Pensil, Penggaris, Penghapus, dan Peruncing Pensil –
kami selalu berusaha membuat dalam set yang lengkap). Setelah semua pas, lanjut
dengan pengepakan. Volunteers kini punya sistem pengepakan untuk memudahkan logistic
saat tiba di lokasi. Jadi, masing-masing anak telah kami buatkan paket
bingkisan sesuai ukuran fisik mereka.
Setelah semua selesai, kami juga
menyelipkan beberapa item sepatu dan seragam sebagai cadangan bila ada yg
ternyata keliru ukurannya saat pembagian. Hal-hal seperti ini mungkin dianggap
sepele, tapi kami ingin bertanggung jawab terhadap donasi yang diberikan.
Begitupun, kami ingin apa yang kami lakukan TEPAT sesuai sasaran. Lagipula Siapa
yang mau membuang waktu dan energinya sia-sia?
Hari Sabtu, Tanggal 22 Oktober,
sesuai jadwal, volunteers kemudian berangkat ke Watulagar. Jumlah volunteers 15
orang, masing-masing menangani divisi-divisi untuk kesuksesan kegiatan. Masing-masing
volunteers berangkat dengan sepeda motor. Barang-barang dimuat di mobil yang
disupport oleh Bea Cukai Maumere.
 |
Penyerahan alat-alat tambahan sekolah seperti jam dinding, poster-poster edukatif untuk di tempel di dinding kelas |
 |
Kak Tari, volunteer sekaligus sponsor tetap membagikan kenang-kenangan tas Sophie Martin bagi para guru honorer |
 |
dr. Novi menjelaskan tentang P3K. Kotak P3K beserta obat-obatan juga diserahkan SHOES FOR FLORES untuk sekolah |
 |
sebelum lomba Tuang Air dimulai, volunteers musti jadi 'korban' lebih dulu |
 |
Lomba balap 'oto bambu' - mobil mobilan dari bambu |
 |
Kak Imron, penanggung jawab logistik, mengatur bingkisan untuk anak-anak |
 |
dr Novi, kak Arnold, dan kak Joseph mengatasi pemeeriksaan golongan darah |
 |
Dua volunteers drg Risna dan dr. Sham mencatat hasil pemeriksaan kesehatan serta tumbuh kembang anak Watulagar |
Kondisi sekolah yang tidak memiliki
halaman yang luas, ditambah situasi cuaca (hujan), membuat beberapa rancangan
games terpaksa dipangkas dan dialihkan di bawah tenda serta ruang kelas yang
tidak bocor. Pemeriksaan kesehatan berlangsung dalam ruangan kelas yang remang,
dibantu oleh sorot senter dan penerang handphone. Sekolah ini terletak di
lereng bukit yang tidak dijangkau listrik. Meskipun becek-becekan namun
semangat anak-anak yang berkobar jadi motivasi bagi volunteers.
Kegiatan berlangsung dengan sukses
melalui serangkaian sesi, seperti Kelas Inspirasi, Edu games, Cek Kesehatan,
Cek Golongan Darah, dan Pembagian Bantuan.
 |
Hard to say goodbye |
 |
Last pic before we leave |
Semoga asa anak-anak di pedalaman
berkobar tak terhalangi oleh kekurangan-kekurangan materi serta keadaan.
Semangat kami, semangat masa depan Flores.
Note:
Salam Berbagi
SHOES FOR FLORES
Kindness
in words creates confidence.
Kindness
in thinking creates profoundness.
Kindness
in giving creates love.
Label: Region Sikka, SDN Watulagar, SFF Photos